Rabu, 01 Agustus 2018

Kami dan Kopi

Ah, ada untungnya juga saya suka iseng menulis. Jadi ada pengingat bahwa ternyata sudah sejak tahun 2016 kami lebih sering minum kopi yang tidak instan lagi. Ini tulisan yang saya maksud : https://ketaketikataku.blogspot.com/2016/10/aku-dan-kopi.html?m=1

Saat itu kami beli kopi yang sudah disangrai (roast bean) di pasar ataupun melalui online shop. Biasanya kami beli melalui website Otten (https://ottencoffee.co.id/)  atau Klinik Kopi (http://klinikkopi.com/). Lalu untuk menggiling roastbean-nya, kami menggunakan jasa giling di pasar atau di warung kopi dekat rumah. Rp. 5000 saja untuk sekali giling.

2017 saya mulai mengikuti beberapa media sosial warung kopi. Semakin tertarik. Di kantor, saya dan teman kantor sering numpang ngopi di kantor lain yang satu gedung. Di kantor tersebut, disediakan coffee maker. Acara membuat kopi jadi lebih menyenangkan. Di akhir 2017, iseng saya membuka website NCC, tempat saya pernah kursus membuat kue. Ternyata di NCC saat itu baru dibuka kursus kopi. Mencari-cari waktu yang pas sembari ijin ke Dayora, lahkok malah Dayora yang mau kursus. Baiklah, saya  mengalah.

Ahad, 21 Januari 2018, Dayora mengikuti kursus kopi dengan Pak Wisnu dari NCC di Rumah Kopi Matraman. Saya masih ingat sekali, selesai kursus, wajah Dayora cerah. Semangat. Seperti muncul ide-ide baru. Hahaha, benar saja. Sepanjang perjalanan pulang kursus, Dayora minta dicarikan alat penggiling kopi (grinder) seperti punya Pak Wisnu. "Ah, gampang", kata saya. Di online banyak. Ya, sore itu juga kami membeli grinder Hario dan green bean Aceh Gayo.



Sejak itu pula, Dayora mencoba-coba berbagai metode menyangrai kopi secara manual. Tak lama setelah itu, Dayora minta dicarikan timbangan digital untuk menakar berat kopi dan air untuk menyeduh kopi. Ritual minum kopi bukan lagi perkara yang sepele, tapi kami menikmatinya. Sangat.


Tidak ada komentar: