Minggu, 19 Agustus 2018

Hobi Baru (bagian 2)

Sudah lama akun Facebook tidak saya tengok. Isinya terkadang bikin baper. Jadi, saya lebih sering main di Instagram. Sebagai pengamat. Pengamat akun online shop. Awalnya. Setelah itu jadi laper. Laper mata. Trus konsumtif. Hohoho

Daripada keterusan, saya mulai mengikuti akun-akun yang sekiranya bisa bikin produktif. Banyak nge-follow akunnya para influencer dan pakar DIY, home decor, penulis, fotografer, dan warung kopi tentunya. Kadang bila mood sedang bagus, ada waktu, saya jadi tertular getaran positif mereka.

Belakangan sedang antusias dengan fotografi. Mbak @babydinata yang menginspirasi saya dengan postingan bertagar #fotokecepakaihp . Ini foto pertama saya yang "niat" banget. Bikin "studio mini" berlatar putih untuk tempat objek foto.



Dari artikel-artikel yang saya baca, menambahkan "gimmmick" interaksi tangan/sendok/garpu dengan makanan akan lebih mengesankan foto jadi "hidup". Saat saya praktekkan, yaps, memang betul! Lebih hidup.

Berikutnya saya iseng mencoba dengan latar hitam.


Tidak ada yang istimewa. Tapi saya suka. Saya suka bagaimana saya menemukan ide membuat latar hitam, mencari objek untuk difoto, dan menemukan aksesoris yang sesuai. Saya menikmati proses belajarnya.

Selanjutnya, apa lagi ya?

Sabtu, 18 Agustus 2018

Hobi Baru

Tidak sengaja menemukan foto sewaktu Dayora kursus kopi di NCC. Awalnya, saya kira ini hanya kursus membuat kopi, menyeduh kopi tepatnya. Tapi setelah mendengar cerita Dayora yang menggebu-gebu sepulang dari kursus, ternyata lebih dari itu. Kursus ini memperkenalkan macam-macam biji kopi, cara menyangrai, menyeduh, hingga berbagai variasi resep minuman kopi.





Dasar memang. Namun kursus ini yang menjadikan Dayora punya hobi baru : belajar menyangrai. Berbagai alat dicobanya. Mulai dari wajan biasa, teflon, Happy Call, dan sekarang tanah liat. Mungkin wajan tanah liat ini akan menjadi alat favorit Dayora untuk menyangrai.




Untuk hobi Dayora yang satu ini, sepenuhnya saya dukung. Karena sebagai pencinta kopi, menyeduh kopi hasil sangrai sendiri (Dayora, maksudnya), tentu lebih nikmat. Bukan begitu?



Rabu, 01 Agustus 2018

Kami dan Kopi

Ah, ada untungnya juga saya suka iseng menulis. Jadi ada pengingat bahwa ternyata sudah sejak tahun 2016 kami lebih sering minum kopi yang tidak instan lagi. Ini tulisan yang saya maksud : https://ketaketikataku.blogspot.com/2016/10/aku-dan-kopi.html?m=1

Saat itu kami beli kopi yang sudah disangrai (roast bean) di pasar ataupun melalui online shop. Biasanya kami beli melalui website Otten (https://ottencoffee.co.id/)  atau Klinik Kopi (http://klinikkopi.com/). Lalu untuk menggiling roastbean-nya, kami menggunakan jasa giling di pasar atau di warung kopi dekat rumah. Rp. 5000 saja untuk sekali giling.

2017 saya mulai mengikuti beberapa media sosial warung kopi. Semakin tertarik. Di kantor, saya dan teman kantor sering numpang ngopi di kantor lain yang satu gedung. Di kantor tersebut, disediakan coffee maker. Acara membuat kopi jadi lebih menyenangkan. Di akhir 2017, iseng saya membuka website NCC, tempat saya pernah kursus membuat kue. Ternyata di NCC saat itu baru dibuka kursus kopi. Mencari-cari waktu yang pas sembari ijin ke Dayora, lahkok malah Dayora yang mau kursus. Baiklah, saya  mengalah.

Ahad, 21 Januari 2018, Dayora mengikuti kursus kopi dengan Pak Wisnu dari NCC di Rumah Kopi Matraman. Saya masih ingat sekali, selesai kursus, wajah Dayora cerah. Semangat. Seperti muncul ide-ide baru. Hahaha, benar saja. Sepanjang perjalanan pulang kursus, Dayora minta dicarikan alat penggiling kopi (grinder) seperti punya Pak Wisnu. "Ah, gampang", kata saya. Di online banyak. Ya, sore itu juga kami membeli grinder Hario dan green bean Aceh Gayo.



Sejak itu pula, Dayora mencoba-coba berbagai metode menyangrai kopi secara manual. Tak lama setelah itu, Dayora minta dicarikan timbangan digital untuk menakar berat kopi dan air untuk menyeduh kopi. Ritual minum kopi bukan lagi perkara yang sepele, tapi kami menikmatinya. Sangat.